MENGAPA HARUS KHILAFAH?
(Renungan 80 Tahun Tanpa Khilafah)
Sepanjang Abad 20 hingga kini,
dunia yang kita diami diwarnai dengan persoalan-persoalan pelik yang tidak
selesai diatasi umat manusia, sekalipun teknologi yang dimilikinya jauh lebih
baik daripada zaman sebelumnya. Umat manusia kini memiliki dunia yang hampir
seperti tanpa masa depan. Hal ini
terjadi karena dunia dipimpin oleh suatu ideologi yang tidak manusiawi dan
tidak membawa rahmat bagi seluruh alam, yakni kapitalisme-sekular, yang tidak
menghendaki campur tangan agama dalam mengatur kehidupan. Karena itu, ideologi
ini sesungguhnya tidak memiliki misi suci yang berorientasi mencerahkan dan
mengentaskan seluruh manusia dari kegelapan, kemiskinan, atau ketertindasan.
Kalaupun ia mengatasnamakan nilai-nilai universal seperti HAM atau demokrasi,
maka itu hanya sekadar jalan untuk mempermudah aksesnya dalam menguras kekayaan
ekonomi bangsa lain. Inilah ideologi
yang saat ini diterapkan dan disebarkan ke seluruh dunia oleh kekuatan-kekuatan
negara besar, terutama Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
Berbeda dengan
kapitalisme-sekular, Islam adalah sumber ideologi yang sejatinya bersifat manusiawi, membawa rahmat bagi siapa saja—karena
sifatnya yang berimbang, serta tidak menjajkah atau bersifat eksploitatif atas
manusia lain. Ini karena Islam diturunkan oleh Allah SWT yang sangat mengerti
sifat-sifat dan kebutuhan manusia serta apa yang dapat membuat manusia sengsara
atau bahagia. Fakta empiris menunjukkan, bahwa Islam memang pernah benar-benar
menjadi ideologi yang memimpin dunia tatkala ia diterapkan dan disebarkan oleh
sebuah kekuatan besar, yaitu Daulah Islamiyah. Negara ini secara de facto
didirikan oleh Rasulullah saw. di Madinah pada 12 Rabiul Awwal, bertepatan
dengan 23 September 622. Pasca Nabi saw., Negara ini terus berlanjut dalam
format negara Khilafah Islamiyah. Kepemimpinan Khilafah Islamiyah ini berlangsung terus, dengan
pasang surutnya, hingga 3 Maret 1924, yakni tatkala secara resmi Khilafah yang
berpusat di Istambul Turki, dibubarkan.
Meski periode khalifah yang baik dan buruk datang silih berganti, negara
Khilafah secara de facto tetaplah negara yang diperhitungkan dunia selama 13 abad,
dan pada saat itulah kaum Muslim juga diperhitungkan.
Pada saat Khilafah masih ada, tak
cuma kaum Muslim yang terlindungi kehormatannya, namun peradaban dunia seluruhnya. Kita tidak akan mengenal peradaban Yunani
kuno (seperti matematika atau kedokteran), andaikata peradaban Islam yang maju
pesat di bawah naungan Khilafah tidak menyelamatkannya dan terus mengembangkan
ilmu pengetahuan; justru ketika Eropa diterpa zaman kegelapan akibat permusuhan
gereja terhadap para ilmuwan.
Khilafah Islam pernah menaungi
ratusan etnis yang berbeda-beda, yang membentang dari tepi Atlantik di Barat
sampai sebagian Cina di timur, dan dari tepi Sahara di selatan sampai Kaukasus
di utara, tanpa diskrimasi atau penjajahan. Kekuasaan yang besar itu maju
bersama. Para ulama bermunculan di segenap penjuru. Mereka berkarya dalam
bahasa Arab—sebagai bahasa negara kesatuan saat itu—walaupun mereka bukan etnis
Arab.
Kesatuan yang besar itu terbukti
efektif untuk mengatasi kesulitan akibat bencana alam yang melanda sebagian
negeri atau serangan orang-orang kafir terhadap negeri-negeri Islam. Kita
menyaksikan bagaimana kaum Muslim bisa dipersatukan, tanpa sekat-sekat ras,
ketika mereka menghadapi serangan tentara Salib, atau ketika mereka menghadapi
serbuan Tartar yang membumihanguskan Bagdad tahun 1258. Bagdad boleh saja hancur, Khalifah boleh saja
terbunuh, namun Khilafah Islamiyah tidak bubar karenanya. Di seluruh penjuru
negeri, Islam masih diterapkan—ekonomi masih ekonomi Islam, pendidikan masih
pendidikan Islam, hukum masih hukum Islam. Karena itu, dalam waktu singkat,
tiga tahun kemudian, kaum Muslim cepat berkonsolidasi, lalu mengalahkan Tartar,
bahkan sebagian tentara Tartar justru masuk Islam. Abad-abad selanjutnya juga Khilafah kembali jaya.
Tahun 1453, Konstantinopel, ibukota kekaisaran Byzantium Romawi, berhasil
dibuka oleh kaum Muslim—dan menjadi Istambul. Abad 17 kekuatan kaum Muslim
masih menguasai separuh Eropa. Bahkan sebagian pemeluk Protestan di Hungaria
atau Austria justru memohon perlindungan kepada Khilafah dari ancaman raja-raja
Katolik yang berkuasa.
Itulah yang terjadi sampai
akhirnya dakwah di dalam umat Islam mengalami kemunduran. Akibatnya, pasokan sumberdaya manusia berkualitas
menyusut. Teknologi yang sebelumnya
dikembangkan untuk menopang jihad terabaikan sampai suatu ketika tiba-tiba
tersalip kemajuan di Barat, “revolusi Industri”. Pada saat itu, umat Islam tidak serta-merta
kembali menggenggam erat kepemimpinan ideologi Islam, namun justru mulai meniru
Barat, bahkan sampai ke sistem perundang-undangnya. Akibatnya, bukannya
bangkit, umat Islam malah makin terpuruk.
Pada Perang Dunia I, agen-agen
Barat memancing agar Negara Khilafah—yang sudah sakit-sakitan itu—terlibat. Secara
de facto mereka telah menghabisi Khilafah pada akhir Perang Dunia I itu, dengan
dikuasainya banyak wilayah Khilafah oleh Inggris dan Prancis. Kemudian, untuk menghabisi sama sekali sistem
Khilafah, mereka menugaskan Kemal Attaturk, yang seolah-olah bak pahlawan, untuk
memproklamirkan berdirinya Republik Turki, sebagai syarat ditariknya pasukan
asing dari Turki. Pada 3 Maret 1924,
secara resmi Attaturk membubarkan Khilafah, seraya mengusir Khalifah terakhir,
yaitu Abdul Madjid II.
Setelah Khilafah bubar, Barat
makin leluasa untuk menerapkan dan menyebarkan ideologi kapitalistik-sekularistiknya
ke seluruh dunia, terutama ke Dunia Islam yang kaya sumberdaya alam. Pertengahan abad-20, upaya itu dihambat oleh
Uni Soviet yang berusaha menerapkan dan menyebarkan ideologi
sosialisme-komunisme. Namun, pada akhir abad-20, Amerika Serikatlah yang
memimpin dunia dengan ideologi kapitalistik-sekularistiknya.
Akibatnya, umat Islam kini
semakin jauh dari misi yang pernah dibebankan Allah kepada mereka, yaitu misi
merahmati seluruh alam, seperti yang pernah berhasil dibuktikan oleh Daulah
Khilafah. Jangankan merahmati seluruh alam, melindungi mereka sendiri saja,
seperti di Palestina, Bosnia, Cechnya, Kashmir, Xin Jiang, Moro, Afganistan,
dan Irak, mereka tidak mampu.
Hal ini karena misi tersebut memang hanya mampu dilaksanakan
dalam suatu barisan yang terpimpin suatu formasi ideologis. Tanpa formasi yang
rapi, energi 1,5 miliar umat Islam tidak akan fokus. Bukankah Amerika Serikat,
Inggris, Prancis, atau Uni Soviet juga hanya mampu melaksanakan misi ideologis
mereka dalam suatu formasi dan struktur yang rapi, dengan negara sebagai
panglimanya? Negara mereka peduli menjalankan pendidikan, mengembangkan teknologi,
menerapkan ekonomi yang menjamin kemakmuran bangsanya, dan politik luar negeri
yang melindungi kepentingan warganya di seluruh dunia. Mereka bahkan menempatkan misi-misi budayanya
di seluruh dunia, juga misi-misi militer, termasuk kapal-kapal induk dan selam
bertenaga nuklir, hampir di seluruh samudera.
Suatu struktur hanya bisa
ditandingi dengan struktur pula. Sejarah membuktikan bahwa adidaya Romawi dan
Persiapun akhirnya tunduk oleh sebuah struktur, yakni Daulah Islamiyah yang
didirikan oleh Rasulullah—sekalipun struktur tersebut pada saat awalnya sangat
kecil (hanya sebesar Madinah) dan juga secara ekonomi, teknologi, maupun
militer lemah. Namun demikian, mereka
memiliki ideologi Islam yang kuat dan orang-orang yang meyakini akidah atau
ideologi itu yang sangat kuat.
Karena itu, tidak bisa tidak,
struktur seperti Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah itu kembali dinantikan
oleh dunia ini untuk bisa menandingi struktur yang zalim, yang mengemban
ideologi kapitalistik-sekularistik. Tentu saja Khilafah Islamiyah yang akan
berdiri kembali ini bukanlah negara utopia. Dia adalah negara modern dalam arti
menggunakan teknologi dan manajemen yang mutakhir. Namun, visi, dan misinya
adalah qurani; seluruh perangkat hukumnya hanya semata-mata digali dari Islam;
yakni dari al-Quran, as-Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas, dengan olah ijtihad
tanpa henti dari para ahli ijtihad.
Mendirikan kembali Khilafah tentu
tak semudah membalik tangan, juga tak “semudah” melakukan kudeta militer yang
penuh kekerasan (power of muscle), maupun memenangkan pemilu dengan
dukungan logistik (power of money). Kita harus benar-benar memahami
sejarah perjuangan Rasulullah dalam menngubah permikiran dan perasaan umat
sehingga mereka bersedia memperjuangkan penerapan Islam sekalipun menanggung
penderitaan yang luar biasa. Inilah
kepemimpinan pemikiran (power of mind, qiyadah fikriyah), yang merupakan
kunci dari kesuksesan para nabi.
Karena itu, semua gerakan dakwah,
para ulama dan cendekiawan, juga tokoh-tokoh politik, sudah saatnya
bersama-sama mengkaji dan menggali lebih dalam bagaimana sesungguhnya konsep
dan sistem Khilafah itu. Rasulullah dalam berbagai hadisnya mengabarkan
kepastian kembalinya lagi Khilafah, setelah era kekuasaan-kekuasaan sekular (mulkan
jabariyyan), sebagainamana beliau pernah meramalkan dibukanya
Konstantinopel. Pertanyaannya, sudahkah kita menjadi bagian dari orang-orang
terbaik yang memiliki kontribusi dalam proses ini? Allah SWT berfirman:
]وَعَدَ اللهُ
الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي
اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ
أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ[
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nûr [24]: 55)
Sekali
lagi pertanyaannya, siapkah kita memenuhi panggilan Islam untuk kejayaan kita
kaum Muslimin? Mari kita renungkan firman Allah SWT:
]يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا ِللهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا
يُحْيِيكُمْ[
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu
yang memberi kehidupan kepada kalian. (QS al-Anfal [8]: 24). []
KOMENTAR:
'Islam
Berhak Diperlakukan Adil'. (Republika Online, 24/2/2004).
Musuh-musuh
Islam tak mungkin bersikap adil pada Islam. (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 120 dan
217).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar